Kenapa?
Yah, kenapa ya cinta itu kok bisa muncul? Seperti yang sudah pernah saya ulas, kadang tuh timing dan sikon munculnya cinta tuh lagi gak tepat banget. Kenapa tiba-tiba perasaan itu bisa muncul?
Pernyataan singkat yang saya jadikan referensi kali ini adalah sebuah tulisan yang berisi: cinta itu fitrah setiap manusia. Yup, di sana ada kata-kata fitrah. Yang menurut bahasa, fitrah berasal dari kata al-fathr yang berarti belahan. Sehingga fitrah dapat diartikan sebagai kejadian sejak semula atau sejak lahir. Nah, merujuk pada arti istilah tersebut, maka cinta dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang telah ada sejak anda terlahir. Itulah kenapa cinta itu bisa bersarang di hati anda.
Jangan salahkan hati anda karena ternyata perasaan itu telah ada semenjak anda memecahkan tangis pertama anda di dunia. Letak kesalahannya bukan pada hati anda sehingga terkadang anda merasa `kesulitan` dengan hadirnya cinta. Tapi yang keliru adalah cara anda mengelola hati dan segala macam perasaan yang ada di dalamnya.
Lantas bagaimana pengelolaan yang benar sehingga menghasilkan produk yang baik? Cinta yang menjurus kepada hal negatif itu diakibatkan proses pengelolaan yang kurang benar. Misalnya, pagi setelah shubuh harusnya anda dan hati anda menikmati zikir pagi yang meneduhkan, tapi ternyata ada SMS di Hp anda dari `seseorang yang memang anda nantikan`. Oke, anda memutuskan menunda dulu zikirnya, anda balas dulu SMS dari `dia`. Lalu anda tetap membaca zikir anda dengan konsentrasi yang terpecah karena anda menunggu balasan dari pesan anda. Akhirnya, anda membaca zikir anda dengan fokus yang tidak sepenuhnya tertuju pada bacaan anda. Memang, saya tidak bisa men-judge itu salah, tapi kita sama-sama setuju bahwa proses yang seperti itu bukanlah proses yang sempurna. Itu tadi hanya pagi yang anda lalui, beberapa jam dari 24 jam yang anda miliki dalam sehari. Bagaimana kalau siang dan seterusnya anda terus mengalami kejadian yang membuat anda tidak sempurna dalam mengelola hati anda?
Hati yang tenang adalah hati yang terkendali. Hati yang terkendali adalah hati yang banyak mengingat nama Allah SWT. Hati yang banyak mengingat Allah adalah hati yang berzikir. Hati yang berzikir adalah hati milik orang-orang yang tidak membicarakan hal-hal yang tidak berguna. Dari definisi berantai itu, anda bisa menyimpulkan sendiri apa yang harus anda lakukan untuk mengelola hati anda.
So, pertanyaan kenapa cinta bisa ada sepertinya sudah sedikit terjawab (walau dengan tidak jelas, anda gak usah pura-pura deh, kata pepatah sih jujur itu lebih baik meskipun menyakitkan…he). Cinta yang tidak seharusnya ada itu bisa muncul karena ada kekeliruan dalam proses pengelolaan hati. Perasaan itu memang sewajarnya ada dihati anda, hanya sasaran dan pengelolaanya harus tepat.
=+=+=+=
Saya bukanlah orang yang serba tahu sehingga saya tidak pantas untuk menggurui anda. Pengalaman saya pun tidak terlalu banyak. Tapi saya mau untuk belajar dan mencoba hal-hal positif. Termasuk membaca. Karena menurut saya, membaca itu lebih dari sekedar jendela ilmu, tapi lebih mirip pintu garasi yang lebar dan panjangnya se-ablak-ablak itu loh…
Yah, kenapa ya cinta itu kok bisa muncul? Seperti yang sudah pernah saya ulas, kadang tuh timing dan sikon munculnya cinta tuh lagi gak tepat banget. Kenapa tiba-tiba perasaan itu bisa muncul?
Pernyataan singkat yang saya jadikan referensi kali ini adalah sebuah tulisan yang berisi: cinta itu fitrah setiap manusia. Yup, di sana ada kata-kata fitrah. Yang menurut bahasa, fitrah berasal dari kata al-fathr yang berarti belahan. Sehingga fitrah dapat diartikan sebagai kejadian sejak semula atau sejak lahir. Nah, merujuk pada arti istilah tersebut, maka cinta dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang telah ada sejak anda terlahir. Itulah kenapa cinta itu bisa bersarang di hati anda.
Jangan salahkan hati anda karena ternyata perasaan itu telah ada semenjak anda memecahkan tangis pertama anda di dunia. Letak kesalahannya bukan pada hati anda sehingga terkadang anda merasa `kesulitan` dengan hadirnya cinta. Tapi yang keliru adalah cara anda mengelola hati dan segala macam perasaan yang ada di dalamnya.
Lantas bagaimana pengelolaan yang benar sehingga menghasilkan produk yang baik? Cinta yang menjurus kepada hal negatif itu diakibatkan proses pengelolaan yang kurang benar. Misalnya, pagi setelah shubuh harusnya anda dan hati anda menikmati zikir pagi yang meneduhkan, tapi ternyata ada SMS di Hp anda dari `seseorang yang memang anda nantikan`. Oke, anda memutuskan menunda dulu zikirnya, anda balas dulu SMS dari `dia`. Lalu anda tetap membaca zikir anda dengan konsentrasi yang terpecah karena anda menunggu balasan dari pesan anda. Akhirnya, anda membaca zikir anda dengan fokus yang tidak sepenuhnya tertuju pada bacaan anda. Memang, saya tidak bisa men-judge itu salah, tapi kita sama-sama setuju bahwa proses yang seperti itu bukanlah proses yang sempurna. Itu tadi hanya pagi yang anda lalui, beberapa jam dari 24 jam yang anda miliki dalam sehari. Bagaimana kalau siang dan seterusnya anda terus mengalami kejadian yang membuat anda tidak sempurna dalam mengelola hati anda?
Hati yang tenang adalah hati yang terkendali. Hati yang terkendali adalah hati yang banyak mengingat nama Allah SWT. Hati yang banyak mengingat Allah adalah hati yang berzikir. Hati yang berzikir adalah hati milik orang-orang yang tidak membicarakan hal-hal yang tidak berguna. Dari definisi berantai itu, anda bisa menyimpulkan sendiri apa yang harus anda lakukan untuk mengelola hati anda.
So, pertanyaan kenapa cinta bisa ada sepertinya sudah sedikit terjawab (walau dengan tidak jelas, anda gak usah pura-pura deh, kata pepatah sih jujur itu lebih baik meskipun menyakitkan…he). Cinta yang tidak seharusnya ada itu bisa muncul karena ada kekeliruan dalam proses pengelolaan hati. Perasaan itu memang sewajarnya ada dihati anda, hanya sasaran dan pengelolaanya harus tepat.
=+=+=+=
Saya bukanlah orang yang serba tahu sehingga saya tidak pantas untuk menggurui anda. Pengalaman saya pun tidak terlalu banyak. Tapi saya mau untuk belajar dan mencoba hal-hal positif. Termasuk membaca. Karena menurut saya, membaca itu lebih dari sekedar jendela ilmu, tapi lebih mirip pintu garasi yang lebar dan panjangnya se-ablak-ablak itu loh…
Literatur pendukung: http://file.upi.edu/Direktori/B...