Juni Yang Hilang
11.7.11 by Zaza in Label:

Diambang batas titik kritis

sebagai mahasiswa, idealisme tentang prestasi akademik harusnya emang tinggi. hujjah yang harus dipegang sebagai landasan idealisme tersebut adalah: 1) bahwa nilai di peroleh dengan jujur, 2) target masa kuliah yang telah teragendakan, misalnya 4 tahun harus udah lulus, 3) harus jadi lulusan yang siap pakai, artinya bisa praktek juga, gak cuma teori doang, 4) lulus dengan nilai dan predikat minimal baik, 5) dapet beasiswa, 6) dll

khusus buat point empat, ada hal konyol yang baru terpikirkan setelah sharing sama temen. keinginan lulus dengan predikat cum laude tentu jadi impian setiap mahasiswa, termasuk kita. tapi sayang, mimpi ini langsung jadi sesuatu yang meragukan melihat nilai-nilai di tingkat 1 yang notebenenya masih ngulang pelajaran SMA. jadi, target cum laude langsung berubah: lulus dengan sangat memuaskan. alhasil, idealisme awal juga berubah, harus mengarah ke haluan baru nih. kalau dulu targetnya: jangan ada nilai C, sekarang jadi: jangan sampe ada yang ngulang! secara, kita ternyata sama-sama mengoleksi beberapa rantai karbon (alias nilai C) di tiap semesternya...
ya begitulah, kadang idealisme harus berubah seiring dengan realita yang terjadi. tapi jangan point 1 lah yang berubah. karena segala sesuatu itu boleh berubah selama masih dalam koridor syariat yang diperbolehkan. jadi bergerak menuju batas maksimum itu dibolehkan, tapi gak menghalalkan segala cara juga dong...

jadi kawan, andai batas tersebut ternyata masih mengharuskan kita untuk berubah arah mendekati titik yang semakin kritis, percayalah bahwa Allah punya rencana indah. justru dengan itu, kita jadi belajar banyak hal. kita di beri kesempatan merasakan bangkit dari keterpurukan dan bangun dari jatuh terjerembab. juga kesempatan untuk menghargai dan memahami sebuah proses belajar. dan jika kita masih bisa bertahan di satu titik yang kita anggap aman, maka bersyukurlah. untuk semua yang terjadi sekarang, teruslah menjadi lebih baik...

nah, ada hal lain yang berhubungan dengan idelaisme dan bulan juni. mungkin sempet bertanya-tanya, apa hubungannya cerita di atas sama "Juni Yang Hilang"? secara langsung, emang gak ada korelasi yang cukup berarti (mungkin tetap bernilai positif, tapi gak ngaruh banyak juga...). tapi sebenernya ada kok, ga usah panik gitu ah...

gini loh, kata (banyak) penulis: menulis lah walau hanya beberapa kalimat di setiap harinya. tujuannya supaya kita tetep jadi makhluk yang produktif, gak cuma sekedar aktif aja. bisa produktif dengan menuliskan cuap-cuap gak jelas setiap harinya juga jadi impian. ya tapi itu, ternyata idealisme tersebut harus bergeser: ya paling gak, ada-lah hal yang bisa di posting tiap bulannya. tapi, bulan juni ini bener-bener jadi makhluk yang gak produktif, khususnya di blog. liat aja, bulan juni sama sekali gak ada postingan, bahkan walau hanya sekedar nulis "bismillah untuk UAS" (kok jadi lebih mirip status ya??). bulan kemarin semua pikiran teralihkan ke penyelesaian project dan ujian...

hufm, udah ketemu kan korelasinya apa?

kalau di tuliskan secara tersurat sih, cerita di atas cuma pengantar doang tentang idealisme...mungkin bisa jadi alasan juga, soalnya lagi gak ada inspirasi gara-gara tegang nungguin nilai keluar...


Butuh Pegangan Kayaknya

kalau ada yang ngeluh lagi bingung, biasanya ada yang nyeletuk nyuruh buat pegangan. dan kalau saya yang digituin, maka saya akan bergumam dalam hati: agak gak waras nih orang...! tapi, inilah namanya buah simalakama. yang artinya gak beda jauh kayak senjata makan tuan. gimana enggak, saya lagi bingung dan saya sendri yang jawab bahwa sepertinya saya harus pegangan. berarti saya juga agak gak waras dong ya?

what ever-lah! lagi bingung beneran nih. masalah danus dan sponsor buat acara ramadhan. ini kayaknya juga aga sedikit mempengaruhi produktivitas nih...

Kalo Lo Bisa, Kenapa Gue Enggak?!!
8.7.11 by Zaza in Label:

asikkan judulnya. kayaknya tuh kata-kata mengandung kekuatan magic apa gitu (halah, apa sih...?). maksudnya sih, tuh kalimat berasa mengandung kekuatan untuk menginspirasi orang lain. soalnya, diliat dari struktur kalimatnya, kalimat dengan struktur kayak gitu tergolong masuk kalimat yang bisa mengubah mindset menjadi mental optimis (ehem, ini sebenernya rada sok tau juga sih...). coba kalo kalimatnya kayak gini:

== bagaimanapun elo, sampe kapanpun gue gak akan bisa: wah, itu sih kata-katanya orang putus asa, pesimis abis...
== kalo lo bisa, mungkin gue bisa. kalo lo gak bisa, apalagi gue? : itu kalimatnya orang yang gak PD, terlalu menyetandarkan diri dengan kemampuan orang lain..
== kalo lo bisa, gue bisa gak ya?: ini juga punyanya orang yang krisis PD, bedanya, ada kemungkinan untuk mencoba. orang tersebut cuma rada galau aja, butuh support dari lingkungannya...
== kalo lo bisa, gue pasti juga bisa!: wuih, bagus kok kalimatnya. optimis dan mau bergerak untuk berubah. tipikal orang yang ambisius kayaknya...
== kok lo bisa sih?: ah, naif banget nih orang..

tuh kan, kalimat-kalimat yang lain kayaknya kurang tepat gitu. mending yang kayak judulnya aja. tetep optimis, dinamis, mengandung harapan, dan tawadhu...kalimat "kalo lo bisa, kenapa gue enggak?!!" mungkin bagi beberapa orang terdengar sombong. ah gak juga kayaknya. menurut ane sih, itu cuma sepatah kalimat dari orang-orang yang akan melakukan "usaha terbaik yang gue bisa...". dan menurut ane (lagi), kalimat itu merupakan bentuk implementasi dari ayat: "Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, hingga mereka yang mengubahnya sendiri". juga ayat tentang: "jadikanlah Allah sebagai satu-satunya penolong...". jadi menurut kacamata ane, kata-kata tersebut mendorong kita untuk berusaha dan tetep jadi hamba-Nya yang roja`...

ya udah, masalah judulnya kenapa gitu, itu sebenernya bukan inti dari permasalahan yang akan di bahas juga. jadi kalau mau di perpanjang, di buat forum sendiri aja dah...

tulisan ini sebenernya terinspirasi dari segelintir orang yang masih mampu tersenyum ketika luka menyapa. yang masih mampu memberi ketika sempit menyergap. dan yang masih mampu berharap ketika asa dipertanyakan..

dan kalau segelintir orang-orang tersebut didiferensialkan, mungkin akan menghasilkan orang-orang yang dengan beban duniawi cukup berat, tapi mereka memilih untuk tetap memikul dan tidak mengelak dari beban akhirat yang jauh lebih berat...mereka tetap berdiri di garda depannya pejuang-pejuang kalimatullah, sementara tidak ada yang menjamin bagaimana nasib mereka diesok hari. jangankan sebutir berlian dan tiket naik haji, sesuap nasi pun mereka serahkan aja semuanya pada Allah. istilah mereka: "sampe hari ini aja Allah biarkan kami hidup, masa sih Allah gak kasih kami penghidupan?"

kalau orang-orang yang telah terdiferensial itu didiferensialkan lagi, tentu masih akan menghasilkan orang-orang yang luar biasa. contoh kecil yang kebetulan nemu di kampus adalah temen-temen yang masih sibuk menformat acara inilah atau itulah sementara ujian udah di depan mata. atau mereka-mereka yang menggunakan sepersekian waktu dari satu hari yang dimilikinya untuk memikirkan dakwah di sekolahnya. atau orang-orang luar biasa lainnya dengan tempat yang berbeda tapi tetap berada di satu jalan yang sama, yaitu jalan mencari ridho-Nya...

anehnya, orang-orang kayak gitu justru sama sekali gak ngerasa terbebani dengan tanggung jawabnya itu. beban akademis tentu semua sama. gak ada ceritanya, mentang-mentang dia anak BEM atau anak OSIS terus jadi boleh gak ngerjain tugas suatu mata kuliah atau mata pelajaran. mereka tetap jadi jajaran peserta didik yang berprestasi dengan IP tiga koma sekian (bahkan 4) atau rataan nilai raport yang terus membuatnya nongkrong di peringkat 1.

ada cerita lain lagi. masih luar biasa juga. yaitu ketika kita mencoba mengalihkan pandangan kita sejenak pada dunia yang bagi sebagian orang mungkin agak tabu: pesantren. yang katanya belajarnya cuma ngafalin hadist riwayat imam ini dan itu. yang katanya isinya cuma belajar bahasa arab. yang katanya di sana internet jadi barang langka. ya elah, picik banget sih opini kayak gitu. pesantren gak gitu juga kali. oke, disana emang dituntut menghafal Alquran dan hadist serta berbahasa arab. emang ada yang salah apa sama itu semua?? kok yang kayak gitu malah dipertanyakan sih? sebenernya di situlah letak luar biasanya. mereka sama kayak kebanyakan orang, yang punya kewajiban jihad ilmi, tapi di tambah dengan menghafal Quran. mereka selangkah lebih maju dari kita semua, mereka mengambil perniaagaan mahal yang Allah tawarkan. dan itu poin penting yang secara pribadi bikin kangen...

kita lanjut menurunkan lagi, kayaknya ini bakal jadi diferensial terakhir. masih banyak sebenernya, tapi udah mati gaya (maksudnya mati akal, hehe). orang dengan diferensial terakhir (cuma pandangan subjektif loh...) adalah orang-orang yang amat sangat berfikir sederhana. mereka bukannya gak punya rencana. hanya saja mereka mengamalkan prinsip ibadah menjadi prinsip hidup. kan ada tuh istilah: "ibadah itu tidak mengenal esok, beramalah untuk hari ini, seolah esok tak pernah ada...". jadi agak diganti, yang intinya mereka hanya memikirkan hidup untuk hari ini aja. lah apa bedanya sama kumpulan orang turunan ke dua?? (bahasa matematikanya: f"(x);-). kalau mereka ini adalah orang-orang yang mungkin didsibukkan dengan hal keduniaan seingga mereka meminimalkan bermaksiat. entah mereka tau apa engga, sebenernya mereka udah mengamalkan hadist arbain (yang keberapa gitu, lupa..) bahwa menghindar dari kemaksiatan lebih diutamakan dari melakukan perbuatan baik. tapi bukan berarti gak berbuat baik juga...

nah intinya, integrasi dari diferensial-diferensial tersebut harusnya menghasilkan karakter-karakter dengan ketaqwaan dan keimanan yang tinggi. adalah mereka-mereka yang mau untuk berubah, memperbaiki diri, dan istiqomah. mungkin taqwa gak sesederhana tiga poin itu, tapi tiga poin sederhana itu bisa jadi bekal yang cukup untuk mengantarkan kita pada ketaqwaan yang lebih baik..

hmh, ada banyak hal yang luar biasa tapi luput dari pandangan mata kita. tersapu oleh literatur-literatur yang menyesatkan pemikiran. ini cuma tentang hal kecil. dimana orang lain bisa melakukan hal-hal yang belum kita lakukan. tapi bukan sesuatu yang mustahil untuk kita lakukan. kan:"kalo lo bisa, kenapa gue enggak?!!". masalahnya mau apa enggak. karena secara zahir, kita diciptakan sama...

kita semua sama-sama berpeluang jadi pembuat social networking yang akhirnya di pake hampir semua orang di dunia, jadi pengusaha sukses dengan omset fantastis tiap tahunnya, jadi peneliti yang menemukan hal-hal baru terus dapet penghargaan, jadi presiden yang dicintai rakyatnya, jadi model, penyanyi, dan artis terkenal, jadi olahragawan yang medali dan pialanya berjejer, jadi jurnalis yang tulisannya menggugah hati setiap orang, jadi hafiz Quran, jadi mahasiswa di universitas ternama, dan jadi-jadi lainnya. semua orang berhak bermimpi kan...udah ada orang yang punya cerita kayak gitu, kita kenapa enggak bisa?!!



wallhu'alam bis shawaf