Bila Aku Mampu
27.1.10 by Zaza in Label:

Bila aku mampu
Untuk memalingkan pandanganku
Beralih mencari pelarian
Dari wajah yang dulu begitu dekat denganku...

Bila aku mampu
Menutup telingaku kala ia bicara
Melupaka suara yang dulu akrab di telingaku
Dan membiarkan duniaku sunyi tanpanya...

Bila aku mampu
Tuk melangkah jauh darinya
Meninggalkan jejakku yang ke-1000
Tanpa pernah kembali berpaling padanya...

Tapi aku tak mampu...

Aku tak pernah bisa memalingkan pandanganku
Aku tersenyum padanya
Sementara hatiku selalu mengingatkanku
Tentang luka yang tergores olehnya

Aku tak pernah bisa mengacuhkannya kala ia bicara
Dalam diamku aku selalu mendengar ucapannya
Sementara hatiku selalu mengingatkanku
Tentang luka yang tergores olehnya

Aku tak pernah bisa pergi jauh darinya
Seolah kami ditakdirkan seperti benda dan bayangannya
Sementara hatiku selalu mengingatkanku
Tentang luka yang tergores olehnya

Aku memang tak mampu tuk lakukan apa yang aku inginkan
Tapi akupun belum mampu memberinya sebuah maaf
Maaf yang membuatku melupakan masa lalu itu
Dimana ia mebuatku begitu terluka...

Dia pun tak pernah memintanya,
Dan aku membiarkan ia tersenyum tanpa tahu ada luka dihatiku...

Sweet moment... ^_^
24.1.10 by Zaza in Label:

Hari ini, bertambah satu lagi kebahagiaan yang kumiliki. Satu hal yang harus kulakukan adalah mensyukuri apapun yang aku punya. Termasuk usiaku yang sampai di angka ke 17. Alhamdulillah, Allah telah sampaikan aku pada usiaku yang sekarang ini.i.

Di moment yang kecil ini, aku mendapat sesuatu yang kupikir tak pernah kumiliki. Mereka, orang tuaku, memberiku sesuatu mungkin terbayang olehku, hanya saja aku tak menyangka waktunya akan secepat ini. Thanks Mom, thanks Dad...

Moment ini juga mengingatkanku agar aku bersikap lebih dewasa. Aku bukan lagi anak kecil yang menangis kala ku terjatuh. Juga bukan remaja muda yang sering berselisih pendapat dengan orang tuanya. Aku adalah remaja yang akan menjadi dewasa. Amin...setidaknya itu adalah do`a ku.

17 tahun sudah aku menghirup udara kehidupan. Diantaranya, kugunakan untuk mengembara setiap jengkal bumi memenuhi kehidupan duniaku yang semu. Sementara aku tak tahu, diantara waktu yang kugunakan untuk mengejar `kehidupan abadi` apakah semuanya tidak akan menjadi sia-sia?

Aku ingin, di moment yang manis ini, tidak hanya aku saja yang merasakan manisnya. Aku ingin berbagi dengan mereka yang tak pernah merasakan manisnya kehidupan...

Mengejar Mimpi
21.1.10 by Zaza in Label:

Hidup ini bukan hanya diisi oleh khayalan belaka. Tapi harus dipenuhi dengan mimpi-mimpi yang direalisasikan menjadi kenyataan. Mimpi itu juga harus memciptakan kebahagian, yang tidak menjadikan kita untuk tak lupa agar bersyukur pada Allah swt. Jika kau bermimpi, pesanku adalah "jangan lupa bangun dari mimpimu". Ia tak akan menjadi nyata bila kau belum bangun untuk mencoba membuatnya menjadi ada.

Ceritaku hari ini adalah tentang seseorang yang mengejar mimpinya. Mencari keping-keping kebahagiaanya yang bertebaran di muka bumi. Mewujudkan cita-citanya yang mungkin telah lama ia dambakan.

Tapi itu semua menyakitkan bagiku. Ia mengejar mimpinya, dan harus pergi meninggalkanku. Namun aku tahu, aku akan sangat jahat bila aku melarangnya. Aku akan membunuh semua mimpinya. Aku akan merusak kebahagiaanya. Dan dia akan sangat membenci diriku. Selamanya...

Aku hanya mencoba menerima ini semua dengan adil. Memang hal ini begitu menyakitkan bagiku. Membuatku kecewa terhadap hidup yang begitu cepat berganti. Menjadikanku seseorang yang kesepian dan hanya berteman dengan bayangan diriku saja.

Come on guys, hidup gak berhenti sampe disini. Biarkan ia mengejar mimpinya, dan aku pun akan mewujudkan mimpiku sambil menunggunya kembali. Kita akan bertemu dengan keadaan yang jauh lebih baik dari sekarang. Biarkan takdir yang membawa kehidupan ini...


"Meskipun kita berpijak di Bumi, itu bukan alasan tak bisa untuk menggapai Langit..."

Satu Rindu
15.1.10 by Zaza in Label:

Awalnya, dia adalah sosok yang begitu asing bagiku. Aku sama sekali tak mengenalnya dan memang baru pertama kali bertemu dengannya. Namun, di pertemuan pertama itulah aku tahu, ada yang salah dengan hatiku. Perasaanku mengatakan bahwa aku begitu mengenalnya. Seolah aku dan dia telah lama mengenal. Disisi lain, logikaku mengatakan agar aku tak memikirkan apa yang aku rasakan. Ketika aku harus memilih diantaranya, maka logika lah yang pada akhirnya menjadi pemenang.

Seiring dengan berjalannya waktu, maka aku pun harus melanjutkan kehidupanku. Tanpa terlalu peduli dengan apa yang terjadi atau apa yang sedang dia lakukan. Sungguh, apa yang aku lakukan begitu bertentangan dengan apa yang hatiku inginkan. Hatiku begitu peduli dengan keberadaanya dan begitu mendambakan kehadirannya disampingku.

Tapi entah mengapa, terkadang untuk tersenyum hangat padanya saja begitu sulit ku lakukan, apalagi aku harus berbicara banyak hal padanya. Yang kulakukan ketika bertemu dengannya hanyalah tersenyum kaku sambil berjalan lalu. Dengan hati yang sibuk membodohi diriku atas sikap yang baru saja ku lakukan.

"Bodoh, kenapa gak lo sapa dia! Tanya mau kemana! Paling gak, sebut namanya kek. Buat dia tau kalo lo peduli. Payah lo! Gitu aja gengsi, sekarang lo nyesel kan! Makan tuh gengsi...!"

Perlahan, kebekuan antara aku dan dia mulai sedikit mencair. Kami saling tersenyum dan menyapa bila bertemu. Memang, belum ada banyak perbincangan yang kami jalin. Alasannya, karena aku tak punya bahan obrolan yang menarik untuk dibicarakan. Jadi, aku hanya menunggu hingga mungkin dia yang akan memulainya. Jika tidak, kami hanya berlalu dalam diam dan otakku sibuk memikirkan banyak hal, diantaranya tentu saja tentang dirinya.

Aku senang sedikit-sedikit hubungan kami mulai menghangat. Memberi hatiku sedikit kepercayaan untuk bersandar padanya. Tetapi, ada hal yang begitu membuatku iri. Sikapnya ternyata begitu hangat dan ramah pada temanku yang lainnya. Aku bertanya-tanya, kenapa ia begitu dingin terhadapku? Hatiku menyankan agar aku berkaca. Dan aku tahu, bahwa mungkin yang bersikap dingin itu aku. Tapi memang begitulah aku...

Saat yang tak menyenangkan datang. Aku sakit di saat yang tidak tepat. Untuk itu, aku harus mengurangi rutinitasku untuk menyembuhkan penyakitku. Yang mengakibatkan, aku semakin jarang bertemu dengannya. Aku benar-banar jarang melihatnya, mendengar suaranya, atau kehadirannya yang membuat teman-temanku khawatir. Aku malu untuk bertanya pada temanku tentang keberadaanya. Aku tak ingin mereka tahu bahwa aku peduli dan merindukannya.

Hingga kabar yang ku dengar adalah dia sudah pergi. Dia tak akan ada lagi dalam lingkunganku. Yang membuatku tak bisa lagi bertemu dengannya. Saat itu, hatiku begitu hancur melihat kenyataan tersebut. Dia memang benar telah pergi, tanpa tahu bahwa aku peduli padanya....

Yang kusesali adalah aku tak melihat kepergianya. Aku tak memanfaatkan waktu yang ku punya dulu agar aku dekat dengannya. Bahwa dia pergi ketika hatiku mulai yakin untuk menyandarkan hatiku di hatinya. Ketika perasanku hendak meraba ke dalam hatinya. Saat kehangatan diantara kami mulai terjalin.

Penyesalanku tak ada gunanya. Hal itu tak mengembalikan dirinya di hadapanku. Hingga perlahan, aku mulai berfikir untuk melupakannya. Membiarkan aku hanya ditemai dengan kenangan tentangnya. Kala diam-diam aku menyimaknya dari tempatku bersembunyi. Mendengarkan apa yang mungkin ia ucapkan. Dan memperhatikan semua kebiasaannya.

Kini, setelah lama ia pergi. Aku merindukan sosoknya. Tapi aku tahu, rindu ini tak akan pernah terobati...